Cinta Bersemi Di Tenda Isolasi


Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

"Alhamdulilah sudah sampai kampung" batinku. Ya, aku memang terpaksa mudik lebih cepat karena ada pandemi Corona. Perusahaan tempatku bekerja meliburkan karyawannya sampai waktu yang belum ditentukkan. Karena di kota tempatku bekerja tidak ada kegiatan dan kondisi keuanganku mulai menipis aku terpaksa memaksakan diri untuk pulang kampung dan mudik lebih cepat. Sebenarnya ini tidak sesuai dengan himbauan pemerintah, namun apalah daya, aku benar-benar sudah tidak mempunyai pilihan. "Kiri bang" aku memberi kode pada sopir angkot untuk berhenti. Aku diturunkan di jalan beraspal yang sudah dekat dengan kampungku. "Mas berhenti, maskernya dipakai" aku dikagetkan dengan suara beberapa pemuda yang memintaku untuk berhenti. Aku segera berhenti. "Ada apa" tanyaku sambil mengenakkan masker, kebetulan aku tadi melepasnya sewaktu diangkot karena agak kesulitan bernafas. "Ini mas Andika ya, baru mudik ya" tanya Eko salahsatu pemuda yang kebetulan masih saudara sepupu denganku. "Iya dik, ada apa ini?" tanyaku masih kebingungan. "Begini kak, disini ada kebijakan kampung, untuk warga di perantauan yang baru pulang mudik, harus mengisolasi diri dulu selama 14 hari" terang Eko kepadaku. "Oh begitu, baiklah kakak mengerti, ta;pi tempatnya dimana?" tanyaku penasaran. "Mari saya antar Mas" kata Eko kepadaku. "Oke, mari, tolong diantar ya" jawabku. Eko bersama Andi yang masih tetangga denganku kemudian mengantarku menuju tempat isolasi diri. Aku diantar menelusuri jalan yang agak sepi namun hijau asri dan menuju ke tempat yang agak lapang di pinggir sungai. Disitu ternyata sudah ada beberapa tenda. "Nah, tempat isolasinya disini Mas" kata Eko. "Lha tendanya sudah ada atau saya harus menyiapkan?" tanyaku. "Tenang Mas, tendanya sudah disediakan oleh kampung kok. Dan disini nanti Mas mendapat jatah makan dan minum dua kali ya Mas, pagi dan sore hari, nah kalau kurang bisa usaha sendiri ya kak, atau minta tolong ke teman-teman juga bisa" jawab Eko. "Oh, gitu ya, aku jadi paham, saya tidak keberatan kok diisolasi diri disini dulu, tempatnya juga adem, nyaman lagi" jawabku.

Aku memperhatikan sekeliling tempatku melakukan isolasi diri. Saya perhatikan ada 5 tenda yang ada di tempat lapang di pinggir sungai di kampungku ini. Aku tidak tahu apakah kosong atau terisi tendanya, karena aku baru saja datang dan langsung beristirahat. Di sore harinya aku terbangun. Aku langsung saja berwudhu dan melaksanakan ibadah sholat Ashar. Setelah itu aku mandi. Di tempat isolasi sebenarnya ada kamar mandi yang dibuat dengan dana CSR oleh salahsatu perusahaan BUMN, namun aku lebih memilih mandi di sungai karena airnya jernih. Aku sudah kangen mandi di sungai. Aku terakhir kali mandi di sungai sewaktu masih kelas 2 SMP. Setelah mandi di sungai aku segera menuju ke tenda untuk ganti baju.

Teng teng teng. Aku mendengar lonceng berbunyi. "Mas-mas, Mbak-mbak waktunya makan sore" panggil Eko. Eko datang membawa makanan di temani Andi. Kami segera menuju tikar yang sudah di gelar oleh Eko dan Andi. Aku baru tahu bahwa yang di isolasi atau melakukan isolasi diri ada empat orang. Aku, Bambang, Erni dan Sari. Aku dan Bambang berusia seumuran, karena waktu kecil kami adalah teman akrab. Sedangkan Erni dan Sari berusia 5 tahun lebih muda dari kami. Namun  aku belum begitu kenal karena memang secara usia kami berbeda agak jauh. "Mas Andika, Mas Bambang, Mbak Erni serta Mbak Sari, silahkan dinikmati hidangan ala kadarnya, jangan lupa tetap jaga jarak ya" kata Eko menawarkan makanan untuk dinikmati. "Terimakasih ya Ko, kamu memang adik yang baik" jawabku pada Eko. "Sama-sama Mas, kita sesama saudara memang harus saling tolong menolong" jawab Eko. "Makasih ya dik eko, dik Andi" kata Bambang, Erni dan Sari hampir berbarengan. "Sama-sama Mas dan Mbak semuanya" jawab Eko. "Mari silahkan dinikmati, kami mau ke posko corona dulu" kata Eko pamit. "Oh ya silahkan" jawab kami hampir berbarengan. 

Kami segera makan dan minum berbarengan. Menu kali ini adalah nasi lauk pecel lele plus sambal lombok hijau. Pokoknya mantap sekali. Sambil makan sesekali aku melirik Sari. Badanya kelihatan bersih dan wajahnya cantik sekali. Terakhir aku melihatnya di masih kelas satu SMA. Namun sekarang dia kelihatan elegan sekali. "hayo, Andika, kamu dari tadi lihat Sari terus ya" goda Bambang kepadaku. "Apaan sih, orang aku lagi makan" jawabku ngeles dan salah tingkah. Erni dan Sari cuma tersenyum saja memandangku. Aku jadi tambah malu.

Malam ini aku tidak bisa tidur. Aku keluar dari tenda dan menuju ke sungai untuk sekedar duduk-duduk di batu besar di pinggir sungai yang airnya mengalir jernih. Ternyata sudah ada Sari yang duduk-duduk di sana. "Eh Sari, sudah di sini aja, emangnya kamu tidak tidur?" tanyaku. "Tidak Mas, di dalam tenda gerah, tidak bisa tidur, aku keluar saja kesini cari angin" jawab Sari panjang lebar. "Sama, aku juga, boleh aku duduk disini menemani?" tanyaku. "Oh, silahkan Mas, ditemani laki-laki seganteng kamu, siapa sih yang nolak" jawan Sari sedikit menggoda. "Ah, bisa saja kamu" jawabku tersipu.

"Aku boleh tanya tidak ke kamu Sari" kataku. "Boleh Mas, memang mau nanya apaan, serius amat" jawab Sari penasaran. "Kamu sudah punya pacar belum, atau calon suami mungkin?" tanyaku. "Yaelah Mas, aku belum kepikiran atau sama sekali tidak kepikiran Mas. Aku tuh orangnya ngikut saja sama keinginan orangtua, gitu lho Mas" jawab Sari. "Ahay, berarti aku ada kesempatan dong" jawabku. "Kesempatan apa emangnya?" tanya Sari masih lugu. "Ah, tidak, lupakan saja" jawabku. "Malam ini bulan bersinar dengan terang dan indah ya" kataku pada Sari. "Iya Mas, seterang hati aku karena duduk sama kamu" jawab Sari menggoda. Wah, agresif juga ni akan, batinku. Tapi jujur aku suka.

Aku memperhatikan Sari. Wajahnya kelihatan agak sedih. Sepertinya ada sesuatu yang membuatnya bersusah hati. "Sari, kalau aku perhatikan, kamu sepertinya sedang sedih, ada apa, kamu bisa cerita ke aku, siapa tahu bisa meringankan bebanmu dan sukur-sukur aku bisa memberikan solusinya?" tanyaku pada Sari. "Kelihatan ya Mas kalau aku sedang sedih. Begini ceritanya, sebenarnya aku sedang memikirkan nasib keluarga kami. Seperti yang kamu tahu ya Mas ya, kedua orangtuaku kan petani, meskipun sawahnya luas tapi karena bapak sekarang mulai sering sakit dan kecapekan, sawah sudah agak lama terbengkalai. Itu kamu bisa lihat kan Mas, sawah yang di dekat bendungan" Kata Sari sambil menunjuk sawah di dekat bendungan sungai. Memang di dekat bendungan ada sawah yang luas namun kosong tidak ditanami, hanya rumput liar yang tumbuh dengan subur. "Selama ini aku meskipun sedikit adalah rizki untuk mengirim uang buat Bapak Ibuku dan bisa untuk menyambung hidup. Namun tahu sendiri, sejak ada virus Corona ini aku dirumahkan, bahkan kalau apes bisa berhenti kerja. Aku benar-benar bingung memikirkan masa depanku Mas" lanjut Sari lagi mencurahkan cerita beban hidupnya. 

Aku berpikir sebentar. "Oh begitu ya, sebenarnya nasibku sama. aku juga dirumahkan. Mungkin juga diberhentikan dari pekerjaan. Tapi aku punya solusi yang mungkin bisa menjadi jalan pemecahan untuk masalah kita berdua" kataku optimis. "Apa tu mas, aku jadi penasaran ini" tanya Sari Antusias. "Aku kan punya background sarjana pertanian, sebenarnya ku bisa saja lho mengolah sawah milik orangtuamu dengan ilmu yang aku punya" kataku. "Detailnya bagaimana?" tanya Sari tertarik mendengarkan solusiku. "Nah, kebetulan aku kan suka dan mempunyai hobi bertanam hidroponik dan juga grafting bibit buah. Bagaimana kalau sawah ayahmu kita yang mengerjakan. Separo kita tanami sayur-sayuran yang cepat panen dengan teknik hidroponik untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, separo lagi kita kembangkan untuk berbisnis bibit buah-buahan. Untuk bibit buah-buahan memang butuh waktu lebih lama untuk memulai menghasilkan, tapi aku tahu kok ilmunya, insyaallah sukses deh" kataku meyakinkan Sari. 

"Wah, aku sangat tertarik dengan idemu mas, terus kapan bisa kita mulai" tanya sari antusias. "Sebenarnya minggu ini bisa kita mulai, cuma aku ada masalah, pertama orangtuamu harus memberi ijin kita mengolah sawahnya, dan yang kedua jujur saja aku tidak punya modal untuk memulai" kataku menjawab pertanyaan Sari. "Oh, begitu toh masalahnya, tenang saja mas kalau cuma itu mah, nanti aku coba diskusikan dengan kedua orangytuaku ya" jawab sari menenangkanku. "Siap tuan putri, jangan lupa tanyakan apakah aku bisa menjadi mantunya" kataku menggoda Sari. "Ah, kamu bisaan saja Mas" jawab Sari tersipu malu.

Kira-kira tiga hari setelah perbincanganku dengan Sari Orangtua Sari datang mengunjungi tenda isolasi. "Mas Andika, Bapak dan Ibu ingin bertemu denganmu" panggil Sari. "Iya, sebentar, saya merapikan baju dulu" sahutku dari dalam tenda isolasi. Setelah berpakaian rapi aku segera menemui orangtua Sari. "Nak Andika, Bapak sudah mendengar apa yang kamu diskusikan dengan anaku Sari. Sekarang aku mau tanya sama kamu, apakah kamu benar-benar serius mau menggarap sawah bapak di dekat bendungan bersama Sari anakku?" tanya Bapak Ahmad, orangtua Sari. "Benar Bapak, kalau Bapak mengizinkan, memang aku bersedia menggarap sawah Bapak yang di dekat bendungan. rencananya separo bagian mau aku tanami sayuran dengan teknik hidroponik, sedangkan separonya lagi mau aku buat kebun pembibitan dengan teknik grafting" jawabku panjang lebar. "Oh, kalau begitu Bapak sangat menyetujui sekali. To the point saja berapa biaya yang kamu perlukan untuk persiapan rencanamu itu nak, Bapak akan menyiapkannya" tanya Pak Ahmad. "Setelah saya hitung-hitung untuk membeli benih sayuran, paralon, polybag dan aneka macam pupuk yang akan di mix untuk nutrisi, dan untuk pembelian bibit buah perkiraan biaya awal mungkin sekitar 10 juta sudah cukup Bapak" jawabku mantap. "Baik Nak Andika, nanti sore uangnya saya siapkan. Untuk pembelian segala hal yang kamu butuhkan, karena kamu masih dalam masa isolasi diri kamu dapat meminta bantuan Eko dan Andi untuk membantumu" kata Pak Ahmad singkat dan tegas. "Baik Bapak, Insyaalah" jawabku.

Satu hari kemudian saat Eko dan Andi datang membawa jatah makan sore. "Eko dan Andi, kesini sebentar aku mau bicara sama kalian berdua" panggilku. "Ya, Mas Andika, ada apa?" tanya Eko kepadaku. "Aku ada proyek nih mau menggarap sawah pak Ahmad ayahnya Sari untuk dijadikan kebun Hidroponik sayuran dan kebun bibit. Kalian mau tidak membantuku" tanyaku. "Ciye-ciye, mbak Sari ya" Eko dan Andi malah menggodaku. "Aku serius nih, mau tidak membantuku" tanyaku. "Siap Mas, apapun kesulitanmu, insyaalah akan kami bantu, kami dukung 100 persen deh" jawab Eko. "Okelah kalau begitu, sekarang aku minta tolong kalian membelikan aku belanjaan dalam catatan ini yah" kataku. "Siap Mas Andika, pokoknya beres dah" jawab Eko. "Besok barangnya sudah sampai, itu janjiku" kata Eko meyakinkan. "Bagus sip, kalian memang pantas jadi karyawanku". "Benar nih kami akan direkrut jadi karyawan Mas Andika" tanya Eko antusias. "Benar, tapi karena baru mulai dari nol, mungkin aku belum bisa memberi upah yang layak" jawabku. "Kalau masalah uang tenang aja itu mah, yang penting kami punya pekerjaan, beneran lho mas, kami sudah serius ini" kata Eko. "Beneran, besok kita bisa mulai bekerja" kataku tegas. "Siap bosku" jawab Eko dan Andi serentak.

Tidak terasa sudah full 14 hari kami berempat mengisolasi diri. Artinya waktu isolasi diri sudah habis dan setelah di cek menggunakan termometer ternyata suhu kami masih normal kami sudah dipersilahkan kembali ke rumah masing-masing. Aku dan Sari segera melanjutkan rencana kami sebelumnya. Untuk langkah pertama kami akan fokus ke penanaman sayuran dengan menggunakan teknik hidroponik dulu. Aku dan Sari dengan dibantu Eko dan Andi saling bahu membahu membuat instalasi hidroponik, melakukan penyemaian benih sampai penanaman ke dalam polybag. Untuk nutrisi karena kalau membeli yang sudah jadi harganya terhitung mahal maka aku meraciknya sendiri dari aneka pupuk yang ada di toko pertanian aku mix sendiri dengan takaran tertentu sehingga menjadi larutan nutrisi yang pas efektif dan ekonomis. Aku dan Sari menanam berbagai jenis sayuran seperti seledri, kailan, cabe, selada hijau, sawi hijau, bayam, brokoli, pakcoy. Aku, Sari dengan dibantu Andi merawatnya dengan sabar dan tekun. Setelah kurang lebih tiga bulan kami sudah bisa mulai panen perdana dan ternyata hasilnya sungguh menjanjikan. Hampir setiap tiga hari sekali kami bisa memanen aneka sayuran ini. Alhamdulilah penghasilan aku dan Sari sudah meningkat dan kami mampu menggaji Eko dan Andi dengan upah yang layak.

Setelah sukses menanam sayuran dengan teknik hidroponik, aku dan Sari dengan dibantu Eko dan Andi melanjutkan rencana kami selanjutnya yaitu membuat kebun bibit buah. Kami membeli aneka bibit buah-buahan yang sudah siap berbuah kemudian kami tanam di kebun pak Ahmad ayahnya Sari. Kenapa kami memilih bibit buah yang sudah siap berbuah untuk kami tanam, karena setelah pohon berbuah, aku dan Sari dengan dibantu Eko dan Andi akan memperbanyak dengan berbagai teknik grafting yang sudah saya kuasai. Bibit yang sudah kami perbanyak kami rawat dan apabila sudah cukup umur bisa kita mulai jual. Untuk kebun bibit buah kami menanam beraneka ragam jenis buah ada jambu air, mangga, manggis, durian, kelengkeng, pisang, dll.

Alhamdulilah setelah berjalan hampir satu tahun lebih dua usaha kami yaitu kebun sayur dengan teknik hidroponik dan kebun bibit buah sudah berkembang dengan pesat. Pak Ahmad orangtua Sari sangat bangga dengan hasil kerja keras kita berdua. Orangtuakupun sangat bangga dengan hasil kerjaku.

Pada suatu hari ketika aku dan Sari sedang memperbanyak bibit buah mangga dengan teknik sambung pucuk aku ingin mengutarakan isi hatiku. "Sari aku mau ngomong sama kamu" kataku pada Sari. "Memang mau bicara apa Mas, tidak seperti biasanya" jawab Sari. "Kita kan kenal sudah lama, dan kita bekerja sama sudah cukup lama, kalau aku ingin bicara serius sama kamu bisa tidak" tanyaku ragu. "Boleh saja Mas, memangnya ada apa sih" Sari mengulangi pertanyaannya. "Begini, kehidupan kita kan sudah cukup mapan saat ini dari hasil usaha kita berdua, kalau aku melamar kamu menjadi calon istriku kamu mau tidak?" tanyaku mengagetkan Sari. "Apa melamarku, Mas serius?" tanya Sari meminta kepastian. "Iya, beneran ini aku serius" jawabku. "Kalau Mas Andika serius, bicaralah langsung pada kedua orangtuaku, Mas mau tidak" kata Sari memberi jawaban. "Baik, aku akan bicara langsung kepada Pak Ahmad, ayah kamu" kataku mantap. "Oke Mas, kami tunggu ya" jawab Sari dengan ceria.

Singkat cerita aku dan kedua orangtuaku datang kerumah orangtua Sari untuk melamarnya menjadi istriku. Dan orangtua Sari menerima lamaran itu. Dan tidak berapa lama kemudian aku dan Sari kemudian menikah dan kami sekeluarga hidup berbahagia. 

Selesai

Posting Komentar

0 Komentar