Aku adalah seorang pengusaha kuliner sukses di Jakarta, Namun, gara-gara Corona, usahaku ambruk dan aku harus pulang kampung ke Sleman. Namun karena sedang masa pandemi, aku tidak bisa langsung pulang ke rumah. Aku dan beberapa tetangga desaku yang kebetulan merantau harus dikarantina dulu selama 14 hari di balai desa. Namun tidak apalah, semuanya kan demi kebaikan bersama. Tiap hari kami diperiksa kesehatannya oleh petugas medis dari puskesmas kecamatan tempatku tinggal. Petugas medisnya ada 3 orang, satu dokter dengan dibantu dua orang perawat. Orangtua dan saudarapun sering menengok ke balai desa untuk sekedar mengirimkan makanan ataupun sekedar cemilan.

Dokternya masih muda, kira-kira usia satu atau dua tahun di bawahku. Aku sendiri berusia 30 tahun. Dulu dimasa jayaku, aku termasuk pengusaha kuliner sukses termuda. Namun karena terhantam Corona, kisah suksesku harus berhenti. Dokter memeriksa kami yang dikarantina satu persatu. Aku perhatikan, sepertinya aku seperti pernah mengenalnya. Namun dimana, aku sendiri lupa. "Bapak Bambang" dokter muda itu memanggilku. Dokter muda itu segera memeriksaku. Aku sendiri berusaha keras mengingat namanya, namun aku tetap lupa. Tiba-tiba dokter muda itu menyapaku. "Mas Bambang masih ingat aku tidak, Aku Fina, adik kelasmu sewaktu di SMA 1 Sleman dulu" kata dokter muda itu. "Oh, kamu Fina ya, pantesan aku pangling, kamu sekarang tambah cantik saja" kataku. Dokter Fina memang sangat cantik. Kulitnya putih bersih. Dahulupun Fina sudah cantik, namun dulu warna kulitnya agak gelap sedikit. Mungkin sekarang sudah pintar perawatan ya, jadi glowing gitu batinku. "Nanti setelah selesai pemeriksaan kita ngobrol-ngobrol ya mas" kata Fina kepadaku. "Siap Fina manis" jawabku. Aku dari dulu memang memanggilnya Fina manis, ya karena senyumnya memang manis sekali sih, tidak ngebosenin. Orangnya ceria dan sangat jarang sekali marah atau bahkan tidak pernah. Fina cuma tersenyum saja mendengarnya.

Setelah sekian lama akhirnya dokter Fina telah selesai melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap warga yang dikarantina. Kami melanjutkan mengobrol. "Oh ya, kalau boleh tahu, selama ini kerja apa?" Fina bertanya kepadaku. "Aku selama ini usaha kuliner bebek goreng di Jakarta. Sudah lumayan sukses sih, namun usahaku ambruk gara-gara ada Corona, karyawanku saya rumahkan semua" jawabku. "Turut prihatin ya, kenapa tidak kepikiran buka usaha di Jogja saja, hitung-hitung sambil menjaga orangtua" kata Fina memberi saran "Iya Fin, mungkin aku akan pindah usaha ke Jogja, mungkin setelah Corona ini berakhir" jawabku mengiyakan. "Tidak harus menunggu Corona berakhir juga kali, kan bisa dirintis dulu" kata Fina. "Oh begitu ya, baik Fin, terimakasih sarannya" kataku mulai bersemangat. "Kalau kamu bagaimana ceritanya bisa jadi dokter" kataku penasaran. "Aku dulu lulus kuliah terus melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran UGM. Kemudian setelah lulus profesi kedokteran kebetulan aku mendaftar dan lulus diterima menjadi PNS. Sekarangpun aku dengan mendapat beasiswa dari daerah melanjutkan pendidikan spesialis penyakit dalam" kata Fina bercerita panjang lebar. "Wah, kamu hebat ya, pasti sangat beruntung suamimu" kataku memujinya. "Aku belum menikah Mas, belum ada yang cocok" jawab Fina. "Wah kebetulan sekali, aku juga belum menikah, mau dong aku jadi imammu" jawabku setengah bercanda. "Boleh, asal kamu berani kerumah minta restu orangtuaku" jawab Fina tersenyum penuh arti.

"Mas Bambang, daripada bingung mau ngapain karena dikarantina, bagaimana kalau kamu memasak bebek goreng untuk kita semua disini, saya rasa 25 dus cukup ya" kata Fina kepadaku mengusulkan. "Boleh saja Fina, tapi sejujurnya keuanganku menipis" jawabku agak lesu. "Tenang, aku ada uang, kebetulan habis gajian, bagaimana kalau aku yang bayarin biaya beli bahan-bahannya, hitung-hitung amal" kata Fina. "Ok Fina, terimakasih kalau begitu, aku setuju banget, hitung-hitung mengasah kembali ketrampilanku memasak" semangatku kembali menyala. Apalagi didepan dokter Fina yang cantik. "Oke bang, kita masak-masaknya besok hari Minggu ya Mas, kebetulan masa karantinanya selesai, nah hitung-hitung sebagai rasa syukur, kita masak bebek goreng bareng-bareng" kata Fina lagi. "Siap bosku, terus yang belanja bahan siapa, aku kan masih dalam masa karantina?" tanyaku ragu. "Kalau itu sih bukan masalah, silahkan kamu buat catatan bahan-bahannya, nanti biar pegawai balai desa sini yang belikan. Nanti aku yang minta tolong" jawab Fina. "Siap Bos Fina" jawabku setengah bercanda. "Laksanakan Ndan" jawab Fina seraya tertawa semringah.

Malamnya aku tidak bisa tidur. Aku selalu teringat Fina, semua tentangnya. Dulu sewaktu SMA, dia menjadi adik kelasku. Aku dan dia bersahabat dekat. Kebetulan aku menjadi ketua OSIS dan dia menjadi sekretarisku. Orangnya asyik, rame, ramah dan periang, dan jarang sekali terlihat marah ataupun kesal. Dan juga dia sangat cantik. Dia menjadi cewek terhitz di sekolah pada waktu itu. Meskipun begitu orangnya baik hati dan tidak sombong. Kebetulan saat promp night (malam perpisahan) dia sempat bertanya kepadaku mau melanjutkan kuliah dimana. Saat itu aku menjawab aku mau kuliah di fakultas ekonomi, kebetulan aku bercita-cita jadi pengusaha kuliner. Sambil kuliah aku berusaha memperdalam ilmu kulinerku. Aku saat itu juga sempat bertanya apa yang menjadi cita-cita Fina dan ia menjawab ingin menjadi dokter biar bisa menolong banyak orang. Kemudian ia juga menjawab ingin menjadi istri baik bagi suami dan ibu yang baik buat anak-anaknya kelak. Sambil menjawab ia memandangku seolah-olah ingin mengetahui isi hatiku namun saat itu aku hanya diam saja, karena jujur saja saat itu aku belum kepikiran berumahtangga sama sekali.

Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Hari ini adalah hari terakhir masa karantina. Dari pagi aku sudah sibuk mempersiapkan masakan bebek goreng andalan restoku dulu di Jakarta. Jumlah bebek yang akan dimasak ada sekitar 5 ekor bebek. Aku membersihkan daging bebek kemudian memberi marinasi dengan aneka bumbu dan rempah-rempah. Aku menamakan resep bebek goreng andalanku ini "bebek goreng anti corona". Resepnya terinspirasi dari resep yang ada di internet. Bebek aku rebus dengan air mendidih ditambah jahe, daun salam, dan daun jeruk. Aku gunakan api besar untuk membuang kotorannya. Aku masak sampai sekitar 10 menit. Aku cuci bebek sekali lagi kemudian aku tiriskan. Kemudian kutumis bumbu halus,daun jeruk,daun salam. Aku masak hingga bumbu matang dan harum. Aku memasaknya sampai ada genangan minyak di bagian permukaan. Kemudian aku tambahkan 10 sdm garam,masukkan bebek,aduk rata. Sesudahnya aku tambahkan 5 liter air dan masak dengan api kecil sampai mendidih. Aku memasak selama 15-25 menit sampai ungkepannya menjadi sangat kental. Hal ini menandakan bahwa lemak/minyak bebek sudah mulai keluar. Aku tambahkan kaldu ayam bubuk, aku cicipi dan koreksi rasanya. Lanjut ungkep bebek selama 3 jam. Tambahkan air sedikit demi sedikit, tidak boleh sekaligus banyak-banyak,intinya air ungkepannya harus selalu kental supaya bumbunya benar-benar menyerap ke bebek. Aku lakukan seterusnya selama 2-3 jam sampai bebek empuk (kira-kira 3 jam). Usahakan sesering mungkin dicicipi dan dikoreksi rasanya, jika sudah empuk,matikan api,dinginkan. Setelah itu aku taruh dalam wadah yang ada tutupnya dan aku simpan dalam kulkas. Seharusnya aku menyimpannya semalaman agar bumbu meresap namun karena sore mau dihidangkan sebagai menu berbuka puasa, aku menyimpannya hanya sampai sekitar 4 sore hari. Kemudian baru aku goreng.

Sore harinya aku menggoreng bebek yang sudah dibumbuin sejak pagi. Aroma bebek goreng benar-benar menggugah selera. Dokter Fina tiba-tiba menyapaku "Wah, aroma bebek gorengnya benar-benar menggoda, apalagi sedang dibulan puasa seperti ini, harus kuat dari godaan deh". "Terimakasih ya Fina sudah mau order bebek goreng padaku" kataku membalas ucapan Fina. "Iya, sama-sama, btw orangtuaku mau lho investasi bebek goreng ditempatmu, kalau kamu bersedia" kata Vina. "Aku sudah promosiin ke Papa" lanjut Fina lagi. "Ah, yang benar Fina, tentu saja aku mau sekali" kataku senang. "Ya, serius, coba deh kamu buat hitung-hitungannya nanti biar dipelajari sama Papa" kata Fina lagi. "Ya, secepatnya aku buat, soalnya aku harus survei harga dulu di sini" kataku bersemangat. "Oke, ditunggu ya" lanjut Fina lagi. Tidak berapa lama kemudian paket dus bebek goreng sebanyak 25 buah sudah selesai di kemas. Dalam satu dus terdiri atas lauk bebek goreng + nasi, sambal serta lalapan. "Ini Fina sudah selesai, terus bagaimana" kataku pada Fina. "Oh ya sudah, terus dibagikan saja, mari saya bantu" kata Fina kepadaku. "Aku dan Fina membagikan 1 dus bebek goreng ke warga yang sedang dikarantina, petugas medis dan relawan yang ada di balai desa. Tidak berapa lama kemudian waktu berbuka puasa tiba. Kami semua segera berbuka puasa dilanjutkan dengan sholat magrib berjamaah. Hari ini aku bahagia sekali. Entah kenapa kalau di dekat Fina, bawaaanya gembira saja, tidak pernah sedih. Beberapa kali aku mencuri pandang ke Fina, dan Ia mengetahuinya, namun dia diam saja sambil tersenyum manis kepadaku.

Sekitar seminggu setelah masa karantina selesai Fina meneleponku. "Mas, Papa ingin ketemu kamu mau membicarakan rencana investasi usaha kuliner bebek goreng denganmu". "Oh, Iya Fin, siap" jawabku dengan gembira. Tidak berapa lama kemudian aku telah sampai ke rumah Fina. Rumahnya cukup besar, lantai 2 lagi, maklum ayah Fina merupakan dokter spesialis yang cukup terkenal di Jogja. "Assalamualaikum" aku memberi salam. "Walaikumsalam, mari mas Bambang, saya sudah menunggu dari tadi kata Pak Danu, ayah Fina. "Kita ngobrol di taman saja, hawanya segar" ajak pak Danu. Aku dan Pak Danu segera pergi ke taman di belakang rumah.Pak Danu ternyata banyak menanam bunga-bunga aneka warna dan memelihara aneka burung berkicau. Suasananya enak sekali untuk ngobrol. "Mas, saya dengar kamu mau usaha kuliner bebek goreng namun kekurangan modal ya?" tanya Pak Danu. "Iya Pak, saya ada uang simpanan sedikit namun tidak cukup kalau untuk buka usaha" jawabku. "Oh, tidak masalah, nanti aku akan invest ke kamu, coba aku mau lihat prospek bisnisnya seperti apa" kata Pak Danu kepadaku. "Ini pak" aku menyerahkan satu jilid proposal usaha kuliner bebek goreng kepada Pak Danu. "Oke, nanti sore saya transfer uangnya biar kamu bisa mulai membuka usaha" kata Pak Danu kepadaku. "Baik Pak, terimakasih atas kepercayaannya menanamkan investasi ke saya" kataku. "Mas Bambang, berhubung saya tidak ada waktu untuk ikut membantu bisnismu, nanti biar Fina yang handel ya" kata Pak Danu lagi. "Oh, begitu ya Pak, siap" jawabku. Aku gembira sekali. Sudah terbayang aku akan dapat bertemu Fina sesering mungkin.

"Mas, Bambang ini saya sudah dapat lokasi yang strategis di Jalan Kaliurang. Kira-kira kapan bisa cek lokasi?" tanya Fina di ujung telepon. "Oh, sudah dapat ya, kalau nanti sore bagaimana, ini saya juga sudah dapat calon pemasok bebek untuk bahan baku warung kita" jawabku. "Oke, sip, nanti kamu jemput aku ya ke rumah" kata Fina Lagi. "Siap Bos" jawabku senang. Tidak berapa lama kemudian aku sudah menjemput Fina. Kami menuju ke Jalan Kaliurang naik motor matik. "Fina, kamu sudah ada laki-laki yang spesial dihatimu belum?" tanyaku. "Sudah doong, kenapa tanya-tanya?" balas Fina bertanya. "Ya, ingin tahu saja" jawabku sambil agak gugup. Aku khawatir Fina tahu maksudku yang sebenarnya. "Siapa sih Fin, laki-laki yang spesial dimatamu?" tanyaku sambil agak jealous. "Mau tahu, atau mau tahu banget" Fina malah menggodaku. "Mau tahu banget" jawabku. "Laki-laki yang spesial itu ya kamu, iya, kamu Mas Bambang" jawab Fina menggodaku sambil tersenyum. "Ah, kamu membuatku GeEr saja, jadi mau" kataku tersipu malu. "Waduh, pipinya memerah nih ye" Fina malah menggodaku lagi. Tidak berapa lama kemudian kami telah sampai ke lokasi warung yang akan dipakai berjualan bebek goreng. Setelah melihat lokasi dan bangunan kiosnya, aku setuju dengan pilihan Fina.

Kira-kira sebulan kemudian, kami mulai berjualan. Berhubung Fina sebagai dokter harus bekerja dari pagi sampai sore bahkan kadang-kadang sampai malam hari, maka hampir semuanya aku yang pegang. Namun tetap Fina sebagai partner bisnis dan juga sebagai investor utama. Fina hanya datang sekali-kali ke warung untuk memeriksa pembukuan. Sebenarnya Fina menyerahkan semuanya kepadaku untuk menjalankan bisnis bebek goreng ini namun aku tetap memaksanya untuk terlibat, setidak-tidaknya untuk memeriksa pembukuan. Demi kepercayaan yang telah diberikan oleh ayahnya aku membangun bisnis ini dengan penuh keuletan dan kesabaran. Sebulan, dua bulan, tiga bulan setahun seiring dengan berlalunya wabah Corona, bisnis bebek gorengku semakin laris manis dan berkembang dengan pesat. Dan bahkan saat ini sudah mempunyai lima cabang restoran bebek goreng di kota besar di pulau Jawa. Orangtua Fina sangat senang dan bangga dengan kinerja bisnis bebek gorengku dan tidak berapa lama kemudian akupun diangkat menjadi mantunya.

Tamat