Aku jatuh cinta pada dokter Rere


Hari ini hari Kamis. Karena sedang tidak enak badan aku ijin tidak berangkat ke kantor. Aku mau periksa ke Puskesmas. Saya berangkat ke Puskesmah pukul setenagh delapan pagi. Setelah mengambil nomor antrian saya menunggu di kursi panjang yang sudah disediakan. Waduh, antriannya ternyata cukup lama, keluhku dalam hati. Mana badan baru tidak fit lagi. Setelah beberapa lama petugas pendaftaran memanggilku dan menanyakan keluhan sakit yang kuderita. Setelah itu aku menunggu lagi. 

Lama sekali menunggu hampir dua jam tibalah waktuku. Perawat memanggilku. Pak Dwi Hartono, panggil perawat dengan lantang. Iya suster, segera OTW jawabku. Tidak berapa lama kemudian tibalah aku diperiksa oleh dokter. Secara sekilas aku memandangnya, dokternya cukup cantik, masih muda, hampir seumuran denganku. Aku seperti mengenalnya namun aku lupa-lupa ingat.

"Mas Dwi, kamu lupa ya sama saya" tanyanya padaku dengan lembut. "Aha, aku ingat suara lembut itu, dahulu menemani hari-hariku selama masih di SMA". "Kamu Rere ya, hebat sekarang sudah jadi dokter, dokter cantik" godaku. "Pasti setiap pasien akan cepat sembuh jika kamu obati" godaku lagi. "Ah, mas Dwi bisa saja" jawabnya malu-malu. "Kamu sakit apa mas; apa keluhannya" tanyanya dengan lembut. "Aku hanya sedikit tidak enak badan saja, maklum belum ada yang merawat di rumah" jawabku sambil sedikit tertunduk lesu. "Ah, benarkah itu" jawab dokter Rere dengan berbinar-binar. "Hmm, sepertinya ada sesuatu yang menyenangkan akan terjadi nih" batinku senang dalam hati.

Dokter Rere kemudian memeriksaku. "Mas Dwi baik-baik saja kok, ini cuma flu biasa, saya kasih resep sebentar juga sudah sembuh" kata Dokter Rere dengan lemah lembut. "Terimakasih ya bu dokter cantik" jawabku sambil sedikit menggoda. "Ah, jangan panggil ibu dong, aku kan masih singgel" jawabnya sedikit malu-malu. "Apa, beneran, kamu masih singgel" tanyaku meyakinkan. "Iya, jawabnya, habisnya aku belum ada yang cocok sih" jawabnya. "Berarti aku masih ada harapan dong" sahutku dengan riang. "iya, doooong" jawabnya sambil tersenyum meledek. Aku memang suka gayanya, Rere dari dulu memang riang orangnya, dari dulu sudah manis dan cantik, namun sekarang memang tampil lebih maksimal lagi.

"Aku boleh tidak main ketempatmu Re?" tanyaku pada dokter Rere. "Boleh mas, aku tunggu ya" jawab dokter Rere. "Oh, ya pemeriksaan sudah selesai, Mas Dwi boleh pulang" kata dokter Rere lembut. "Ya, dokter cantik, terimakasih ya" jawabku. "Oke, sip" jawabnya. "Jadi kan mau main ketempatku" tanya dokter Rere. "Iya doong" jawabku dengan bersemangat. "Malam minggu aku ketempatmu ya" tanyaku ingin kepastian. "Siap bosku" jawab dokter Rere dengan tersenyum.

Akhirnya malam  minggu tiba. Aku sudah dandan maksimal. Maklum bujang lapuk. Meskipun sudah jadi pegawai kantoran, namun aku belum punya pacar. Apalagi calon istri. Tidak berapa lama sampailah aku di rumah Rere. Rumahnya tampak asri dan banyak bunga  bermekaran disana-sini. "Assalamualaikum, Rere, Abang datang" panggilku sambil mengetuk pintu. "Iya, Mas, tunggu sebentar" Rere menyahut dari dalam. Tak lama kemudian Rere membuka pintu. "Aku terkesima, Rere tampak begitu cantik dengan kaos berwarna pink dan jeans biru model scallop. Rambutnya terurai wangi mempesona. Sepertinya sehabis mandi dan berdandan spesial untuk menyambutku. Aku jadi tersanjung.

"Eh, Nak Dwi yah ini, sudah lama tidak main kemari" tanya ayah Rere yang tiba-tiba muncul dari dalam. "Iya om, soalnya lagi banyak kerjaan di kantor" jawabku dengan sopan. "Wah, sudah kerja ya, kalau begitu cocok dong jadi amntu Om" ayah rere menggoda kita berdua. "Ah, Ppapa" Rere malu terhadapku. "Kata Papa tidak usah didengerin ya, soalnya dia memang suka bercanda" kata rere terhadapku. "Tidak apa-apa kok Re, justru aku suka, semoga kita memang jodoh" jawabku serius. Rere tidak menjawab, Ia hanya tertunduk malu. "Lha itu Nak Dwi saja tidak marah, udah jadian saja, Papa dan mama sudah ingin sekali menimang cucu". Kali ini kami berdua yang tertunduk malu.

"Re, kita main yuk, kemana gitu" ajaku pada Rere. "Memang mau kemana?" tanya Rere padaku. "Bagaimana kalau kita ke Pendopo Lawas, disana sering ada live performance lho, itu youtuber terkenal dari Jogja, Tri Suaka dan Nabila" ajaku. "Oke, Asiap bosku" jawab Rere. "Om, saya mohon ijin ajak rere jalan-jalan ya, mau main ke Pendopo Lawas" kayaku minta ijin. "Oke diijinkan nak, pulangnya jangan kemalaman ya, dan jangan lupa bawain martabak spesial kesukaan mamanya Rere". Jawab Papanya rere. "Asiap Om, kalau itu mah beres" jawabku. Kami berdua pamit ya Om" pamitku pada Papanya rere. "Assalamualaikum" aku memberi salam. "Walaikumsalam, hati-hati ya nak, jangan ngebut-ngebut naik mobilnya" Papa Rere menjawab salam. "Ya Om, so pasti" jawabku.

Kami mengendarai mobil dengan pelan membelah dinginnya malam di kota Jogja. Entah kenapa hatiku gembira sekali. Rasanya ingin  tersenyum saja. Hatiku seperti dipenuhi dengan bunga-bunga bermekaran.Entah kenapa keberadaan Rere disampingku membuat hatiku sangat bahagia, sulit dilukiskan dengan kata-kata. Mengisi relung-relung jiwaku yang selama ini kosong tanpa adannya cinta dihatiku."Mas, kenapa kamu senyum-senyum saja, happy banget ya jalan sama aku" Rere bertanya menggodaku. "Ya enggaklah, aku hanya ingat bahwa semua tagihan bulan ini sudah aku bayar" jawabku bercanda sambil agak jaim. "Ah, yang bo'ong" Rere tak percaya. masih saja menggodaku. 'Iya deh, aku ngaku, aku memang bahagia banget bisa jalan sama kamu" jawabku mantap. Gantian Rere yang salting. Ia sama sekali tidak menduga aku akan menjawab seperti itu. "Jalannya agak cepat mas, entar keburu malam" jawab Rere mencoba mengalihkan perhatian. Kami berdua terdiam disepanjang jalan. Sepertinya hati kami berdua masih bingung dengan keadaan ini. Ada rasa suka, ada rasa cemas, ada rasa sayang, ada rasa khawatir semua campur aduk menjadi satu.

Tidak berapa lama kemudian sampailah kita di Pendopo Lawas. Suasananya sangat ramai sekali. Kebetulan malam Minggu. Untunglah kita berdua masih kebagian tempat duduk. 'Kamu mau makan apa Re?" tanyaku. "Apa saja aku mau mas" jawabnya singkat. "Oke, siap bosku"  jawabku. Kemudian aku pesankan nasi kucing, sate rempelo ati, tahu bacem serta tidak lupa jahe susu untuk menghangatkan badan. Tidak berapa lama kemudian kemudian pesanan datang. Kami segera menikmatinya dengan diiringi oleh sepasang  penyanyi yang sedang naik daun, Tri suaka dan Nabila Maharani. Kebetulan mereka sedang menyanyikan lagu "Satu Hati Sampai Mati" yang dipopulerkan oleh Thomas Arya. Romantis sekali suasananya.

"Re, kamu ada niatan tidak untuk segera menikah?" tanyaku. "Ada sih mas, tapi belum punya pasangan, gimana dong?" jawabnya. "Kalau mas bagaimana, apakah sudah kepikiran untuk menikah?" Rere malah balik bertanya kepadaku. "Sudah sih Re, tapi aku juga belum punya pasangan" jawabku agak sedih. "Wah, kita senasib dong, bagaimana kalau kita menikah saja?" kata Rere. Aku terkejut sekali mendengar perkataannya. Rere sendiri juga terkejut sendiri dengan pertanyaannya yang spontan. "Maafkan aku mas, aku tak sengaja" kata Rere tersipu malu. "Tidak apa-apa kok", jawabku menenangkan, "nant kita obrolin lagi" lanjutku. "Oke, siap bos" jawab Rere sudah kembali ceria.

Setelah puas makan malam sambil nonton musik di Pendopo Lawas kami berdua memutuskan pulang ke rumah. "Re, sebenarnya aku sudah suka lho sama kamu sejak SMA" kataku pada Rere.  "Ah, yang bener mas, tapi kenapa mas tidak pernah bilang, sebenarnya aku juga sudah suka sama mas sejak dulu" jawab Rere. "Re, kalau aku melamar kamu, apa tanggapanmu, kamu mau apa tidak menerima cintaku" kataku dengan harap-harap cemas. "Karena aku juga suka sudah sejak lama suka sama mas, aku sih setuju banget. Tapi mas juga harus meminang aku secara resmi kepada kedua orangtuaku. Mas Dwi sanggup tidak?" tanyanya dengan tegas.  "Aku sanggup." jawabku dengan tegas. "Oke, siap bos, ditunggu ya" jawab Rere mulai bercanda lagi. Kamipun pulang meuju rmah dengan perasaan yang riang gembira.

Selesai.

Posting Komentar

0 Komentar