Aku tidak sengaja Bertemu Ibu Guru Cantik Lewat Video Call



"Om Harto, tolong bantu kerjakan PRku dong, ini aku ada yang tidak paham nih" kata Akbar ponakanku yang ganteng. "Tugas apa sih, sampai kamu tidak bisa, kamu kan juara kelas" jawabku. "Ini Om, tugas matematika, aku pusing banget, sudah aku cari-cari nggak ada jawabannya" jawab Akbar. "Coba aku lihat soalnya" aku melihat soal yang ditulis secara online menggunakan platform Google Classroom. "Oh, ini ada soal yang salah angka, jadinya tidak bisa di jawab" kataku pada Akbar. "Terus gimana dong Om, saya takut nih kalau tidak mengerjakan PR" kata Akbar kebingungan. "Tenang kan ada Om, kamu punya tidak nomor WA gurumu?" tanyaku. "Punya Om, ini nomornya aku send ke HP om Anang ya" kata Akbar Kepadaku sembari mengirim nomor kontak ibu Ariyani, guru wali kelasnya Akbar. "Oke, saya save dulu jawabku". "Om, ibu Ariyani cantik banget lho, pasti Om Anang nanti naksir deh, Om kan jomblo akut" kata Akbar menggodaku. "Ah, kamu anak kecil tahu apa" jawabku. "Coba saja ditelepon pakai Video Call om, siapa tahu jodoh" kata Akbar kepadaku. "Apa sih kamu" jawabku agak kesal. "Ya udah kalau tidak percaya, tapi nanti beneran ya Om masalahku dicarikan solusinya" kata Akbar kepadaku. "Beres Bos, sekarang tidur dulu sana, ini kan waktunya tidur siang" jawabku. "Iya Om, ini juga udah ngantuk" jawab Akbar sembari menuju ke kamar tidur.

Tidak berapa lama kemudian aku menelepon Ibu Aryani. Sengaja aku menelepon lewat video call karena penasaran dengan omongannya Akbar tadi bahwa wali kelasnya itu cantik. Tidak berapa lama kemudian aku sudah berhasil meneleponnya lewat Video Call. "Halo, Assalamualaikum Bu Ariyani, apa kabar" sapaku. "Walaikumsalam, maaf ini saya sedang berbicara dengan siapa ya?" tanya ibu Ariyani. "Saya Omnya Akbar Ibu, bolehkah saya minta ijin bertanya pada Ibu?" tanyaku dengan sopan. "Oh iya silahkan ada ada yang bisa saya bantu" tanya Ibu Ariyani dengan sopan. "Begini Ibu, tadi Akbar mengeluh soal Matematikannya kok tidak bisa dikerjakan ya, apakah ada yang salah dengan soal atau pilihan jawabannya" tanyaku lagi. "Oh, masalah itu, soalnya baru saja saya perbaiki, memang ada sedikit kesalahan soal namun sudah saya update, baru saja" Ibu Ariyani menerangkan panjang lebar. "Oh begitu, kalau begitu terimakasih ya bu" kataku. "Tunggu sebentar, saya titip pesan buat Akbar untuk mengambil virtual code untuk mencairkan beasiswa PIP tahap 1 tahun 2020, kebetulan Akbar juga dapat" Bu Ariyani titip pesan kepadaku. "Baik bu, nanti pesan akan saya sampaikan. Ngomong-ngomong saya grogi ngobrol sama Ibu lewat Video Call" kataku. "Emang kenapa, apa ada yang salah dengan penampilanku" kata Bu Ariyani. "Tidak kok, Ibu kelihatan cantik sekali, saya jadi gugup gimana gitu" kataku. "Ah, Bapak bisa saja" jawab Ibu Ariyani sambil tersenyum. Ia masih saja berbicara dengan formal. Tapi saya maklum dia kan Guru yang harus jadi teladan semua muridnya.

Paginya aku mendampingi Akbar untuk mengambil surat keterangan masih aktif sebagai siswa dan juga mencatat kode virtual untuk pencairan beasiswa PIP di bank. Aku ke ruang guru dan bertanya pada salahsatu bapak-bapak yang sedang asyik bekerja di depan komputer. "Selamat pagi, maaf mau bertemu dengan Wali Kelas 5 ada?" tanyaku dengan sopan. "Oh, mau bertemu ibu Ariyani ya, silahkan duduk dulu" Bapak itu mempersilahkan aku duduk di kursi tamu. "Ya Pak, terimakasih" jawabku dengan sopan. "Selamat siang, ada yang bisa saya bantu Bapak" tanya Bu Ariyani dengan sopan. "Ini Bu, saya Pak Harto, mau mengambil surat keterangan masih aktif sebagai siswa sini sebagai syarat mencairkan beasiswa PIP" jawabku. "Oh, Om-nya Akbar ya, Baik ini sudah saya siapkan, silahkan" Bu Ariyani menyerahkan surat keterangan dan kode virtual untuk mencairkan uang di bank yang sudah ditunjuk. "Terimakasih Bu, kalau boleh tahu Ibu Ariyani ini masih singel atau sudah menikah, soalnya masih kelihatan muda banget?" tanyaku penasaran. "Saya masih singel, baru lulus kuliah" jawab Ibu Ariyani. "Yes" aku tak sengaja berkata demikian. Ibu Ariyani cuma tersenyum saja dan Akbar pura-pura terbatuk-batuk. "Jaga adab om" kata Akbar bercanda. "Eh, maaf Bu, kelepasan" kataku memohon maaf. "Ah, tidak apa-apa kok, kalau boleh tahu Bapak ini pekerjaanya apa" tanya Bu Ariyani. "Saya juga guru, cuma guru SMP" jawabku. "Oh, berarti kita rekan satu profesi dong" kata Bu Ariyani antusias. "Iya Bu, kita rekan satu profesi, dan kebetulan saya juga masih hidup sendiri" kataku sedikit bercanda. "Jaga adab om" akbar pura-pura terbatuk-batuk lagi. "Hus, anak kecil diam, nanti tidak saya antar ke bank lho" kataku pada Akbar pura-pura marah. "Ya om, maaf" kata Akbar. "Kalau begitu kita pamit dulu ya Bu" kataku mohon pamit. "Akbar, pamit sama Bu Guru" perintahku pada Akbar. "Akbar mohon pamit ya bu guru" kata Akbar. "Ya, hati-hati di jalan" jawab Bu Ariyani.

Pada malam harinya aku senyum-senyum sendiri. Aku selalu terbayang-bayang Ibu Ariyani. Maklum jomblo akut. Akhu harus bisa mendapatkannya. "Ayo Harto, semangat, kamu bisa" batinku. Menjelang berbuka puasa aku memberanikan diri mengirim WA untuk Bu Ariyani. "Assalamualaikum Bu Guru, apa kabar" sapaku. "Walaikum Salam, ada apa ya pak Harto" jawabnya dengan formal. "Jangan panggil pak dong, ini kan diluar jam kerja, panggil saja aku Mas Harto saja" jawabku. "Ya, Mas, tapi kamu kalau diluar jam kerja jangan panggil Bu dong, aku kan belum menikah, panggil saja aku Ani" balasnya. "Oh ya Ani, kamu lagi ngapain?" tanyaku kepo. "Ini baru masak untuk persiapan buka puasa" jawabnya. "Mau dong suatu saat aku nyicip masakan kamu" kataku. "Ciye-ciye" Akbar menggodaku. "Boleh, nanti kita atur lagi ya waktunya yang pas" jawab Ani lewat WA. "Siap Bos" jawabku gembira. "Ciye-ciye tanda-tanda Bu Ariyani mau jadi bibiku ini, asyik dong" goda Akbar. "Doakan ya Bar" kali ini aku setuju dengan perkataan Akbar.

Sekitar seminggu sejak terakhir kali aku bertemu dengan Ani aku diundang kerumahnya untuk berbuka puasa bersama. Sekita pukul lima sore aku menuju ke Kalasan, tempat tinggal Ani dan keluarga. Rumahnya dari tempat tinggalku hanya berjarak kurang lebih 6 Km saja. Tidak sampai 15 menit aku sudah sampai di rumahnya, kebetulan jalanan lumayan sepi karena memang sedang ada wabah virus Corona. "Assalamualaikum" aku mengetuk pintu. "Walaikumsalam" jawab Pak Hendro yang ternyata adalah orangtuanya Ani. "Mari silahkan duduk Nak Harto, Ani sudah cerita banyak tentang kamu" Pak Hendro mempersilahkan aku duduk. "Ani baru mempersiapkan takjil buat buka puasa, kamu dan bapak tunggu disini dulu saja ya, sambil ngobrol" kata Pak Hendro kepadaku. "Iya pak" jawabku dengan sopan. "Kamu rumahnya mana?" tanya Pak Hendro kepadaku. "Saya rumahnya di Depok pak" jawabku. "Saya punya teman lama disana namanya Pak Purnomo, kamu kenal tidak?" tanya Pak Hendro kepadaku. "Oh, Pak Purnomo itu ayah saya pak, kebetulan beliau sudah pensiun dari dinas perhubungan" jawabku. "Oh begitu ya, kebetulan sekali, saya kan rekan kerja ayahmu" jawab Pak Hendro dengan antusias. "Kalau boleh aku meminta nomor Wa ayahmu, soalnya nomor yang lama sudah tidak aktif" kata pak Hendro. "Siap Pak, ini saya send ya ke nomor kontak Bapak" jawabku. "terimakasih nak Harto" jawab Pak Hendro. Dan akhirnya waktu berbuka puasa pun tiba, kami segera menuju ke ruang makan untuk berbuka puasa bersama.

Ketika hari raya lebaran tiba ayahku mengajak aku bersilaturahmi ketempat pak Hendro ayahnya Ani. Kami berabgkat bertiga, aku, ayah dan ibu naik mobil. Tidak berapa lama kemudian sampailah kami ke tempat pak Hendro. Ternyata Pak Hendro beserta keluarga termasuk Ani sudah menunggu kedatangan kami. "Assalamualaikum Pak Hendro, apa kabar" sapa ayahku. "Walaikumsalam Pak Pur, alhamdulilah sehat-sehat saja" jawab Pak Hendro. "Mari-mari silahkan duduk" pak Hendro mempersilahkan kami duduk di ruang tamu. "Ani, tolong buatkan minum untuk keluarga pak Purnomo" kata Pak Hendro kepada Ani. "Ya, pak" jawab Ani. "Pak, boleh saya membantu Ani menyiapkan minum dan snak" aku  minta ijin dengan pak Hendro. "Oh, silahkan nak" jawab pak Hendro. Aku segera menuju kedapur membantu Ani menyiapkan minum dan aneka snak. "Mas, sebenarnya ada apa sih, kok tidak seperti biasannya orangtuamu datang berkunjung?" tanya Ani penasaran. "Aku juga tidak tau Ani, yang mengajak kesini itu ayah, bukan keinginanku sendiri" jawabku. "Oh, begitu ya" jawab Ani. "Mungkin mau dijodohkan kali" jawabku setengah bercanda. "Ah, masa, jadi mau" jawab Ani menggodaku.

Tidak berapa lama kemudian orangtuaku dengan orangtua Ani mengobrol dengan asyiknya. Aneka minuman dan snak sudah terhidang di meja. Kami sebagai anak muda mengobrol di teras rumah. "Harto, Ani, kesini Nak, ada yang ingin kami bicarakan" panggil Pak Hendro kepada Aku dan Ani. "Ya Pak" kami menjawab serempak.

"Saya telah mengobrol banyak dengan Pak Purnomo beserta Ibu. Kami berniat menjodohkanmu dengan Nak Harto, apakah kamu bersedia" kata Pak Hendro kepada Ani. "Kalau saya sih selalu menerima apapun keputusan Bapak, tapi apakah Mas Harto juga setuju dengan perjodohan ini.?" tanyaku pada Mas Harto. "Ya iyalah Harto setuju, tiap hari yang dibicarakan kan cuma kamu saja" jawab Pak Purnomo menggoda Mas Harto. "Ya Pak, saya juga setuju" jawabku menganggukan kepala.

"Oke baiklah kalau kalian setuju, Pak Hendro, Insyaalah secepatnya kami akan melamar nak Ani secara resmi, dan kalau bisa secepatnya kita mengadakan resepsi pernikahan setelah wabah Corona ini berakhir" kata ayah kepada pak Hendro. "Baik Pak Pur saya setuju bagaimana baiknya saja" jawab Pak Hendro. Tidak berapa lama kemudian kami berpamitan.

Alhamdulilah pada bulan Agustus wabah corona telah berakhir dan kehidupan sudah kembali seperti sedia kala. Kamipun akhirnya menikah dan hidup berbahagia.

Tamat

Posting Komentar

0 Komentar